PENGARUH SERTIFIKASI

TERHADAP KINERJA GURU PENJAS

 Pengertian Sertifikasi

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi ini diberikan kepada para guru untuk memenuhi standar professional guru.Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. Sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk portofolio. Penilaian portofolio ini digunakan sebagai pengakuan atas standar profesionalitas guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang menggambarkan kualitas guru yang mengarah pada sepuluh komponen,yaitu kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang ke pendidikan dan sosial, penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Tujuan Sertifikasi

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif yang berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.Dengan adanya peningkatan kesejahteraan guru diharapkan akan terjadi peningkatan mutu pendidikan nasional dari segi proses yang berupa layanan dan hasil yang berupa luaran pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan adanya sertifikasi pendidik, diharapkan kompetensi guru sebagai pengajar akan meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan kesejahteraan yang memadai diharapkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran dapat meningkat.Oleh karena itu,diharapkan akan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa.Menurut Masnur Muslich manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:

  1. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
  2. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
  3. Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
  4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
  5. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
  6. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
  7. Meningkatkan profesionalisme guru.
  8. Melindungi profesi guru dari praktik – praktik yang tidak kompeten, serta merusak citra profesi guru.
  9. Melindungi masyarakat dari praktik – praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
  10. Meningkatkan kesejahteraan guru.

Dasar Hukum

  • Undang – Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  • Undang – Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
  • Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional NO. 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
  • Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.I.UM.01.02-253.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 Pasal 2 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan

  • Sertifikasi bagi guru dalam jabatan, dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikasi pendidik.
  • Uji kompetensi, dilakukan dalam bentuk penilaian Portofolio
  • Penilaian portofolio, merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan 10 komponen.

Komponen Portofolio Sertifikasi

  1. Kualifikasi akademik;
  2. Pendidikan dan pelatihan;
  3. Pengalaman mengajar;
  4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
  5. Penilaian dari atasan dan pengawas;
  6. Prestasi akademik
  7. Karya pengembangan profesi;
  8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
  9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
  10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Menurut UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 19/2005, Kompetensi Guru meliputi;

  • Kompetensi kepribadian, mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
  • Kompetensi Pedagogik, meliputi pemahaman terhadap peserta didik, evaluasi hasil belajar, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
  • Kompetensi profesional, merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

Kompetensi Sosial, merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, masyarakat sekitar.

Pengaruh Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru Penjas Di Sekolah Dasar

Tujuan mulia adanya sertifikasi guru ternyata dalam tataran implementasinya menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan-permasalahan ini pada umumnya dikeluhkan oleh para guru, antara lain: tidak transparannya penetapan kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang seharusnya berhak, justru tidak ditetapkan sebagai peserta sertifikasi; pembayaran tunjangan sertifikasi yang tidak menentu dan selalu terlambat; kalaupun tunjangan profesi pada akhirnya dibayarkan, tetapi terkadang jumlah bulan yang dibayarkan tidak utuh, harusnya 12 bulan misalnya, ternyata yang cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan agak lama antara pengumuman kelulusan dengan penerbitan SK pencairan tunjangan profesi; khusus untuk guru agama yang merangkap guru kelas atau kepala sekolah, namanya terkadang tercantum pada kuota sertifikasi guru di Kemendiknas dan di Kementerian Agama (Kemenag); kinerja guru yang sudah disertifikasi biasa-biasa saja dan tidak menunjukkan peningkatan kinerja secara signifikan, tidak ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya lebih rendah dari guru yang belum disertifikasi;

Masalah yang sangat mencolok adalah adanya disharmoni. Program sertifikasi telah menimbulkan terjadinya kesenjangan atau disharmoni antara guru-guru yang sudah disertifikasi dengan guru-guru yang belum. Banyak guru senior di sekolah dasar yang hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang sudah bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil untuk disertifikasi. Sementara guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa tahun mengajar sudah dipanggil untuk sertifikasi. Setelah proses sertifikasi bergulir celakanya tidak ada alat evaluasi atau mekanisme yang jelas dan mampu memetakan kinerja guru sebelum dan setelah disertifikasi. Yang ada hanya ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah disertifikasi dan terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut tunjangan profesinya. Sepertinya proses sertifikasi kurang mampu membangun etos kerja guru tetapi justru membuat para guru haus tunjangan. Aspek ini yang menyebabkan para guru seperti menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kisah bahwa kelulusan sertifikasi diperoleh dengan curang bukanlah isapan jempol belaka. Manipulasi portofolio, kelengkapan dokumen seperti piagam, makalah dan syarat-syarat lain yang diperlukan menjadi bukti bahwa tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang prosesnya sendiri yang harus disertai dengan kerja keras membangun kultur pendidikan.

Kinerja guru dinilai meningkat hanya saat guru-guru belum lolos sertifikasi dan setelah mendapatkan sertifikasi kinerja guru menjadi menurun seperti para guru menjadi enggan untuk mengikuti seminar atau pelatihan untuk peningkatan kualitas diri, padahal sebelum mendapat sertifikasi para guru menjadi lebih sering mengikuti pelatihan untuk peningkatan kualitas diri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Setelah mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti hasilnya menunjukan bahwa peningkatan kinerja yang diharapkan dari guru yang sudah bersertifikasi, seperti perubahan pola kerja, motivasi kerja, pembelajaran, atau peningkatan diri, dinilai masih tetap sama.

Memang, dengan adanya sertifikasi guru dapat mensejahterakan kehidupan guru. Karena dahulu profesi guru menjadi profesi yang tidak menjadi pilihan dalam berkarier. Beban kerja dan upah tidak lebih dihargai dengan ucapan terima kasih dan dilandasi rasa keikhlasan diantara para penyandang profesi guru jaman dahulu. Dengan adanya hal semacam itu, menjadi semangat tersendiri bagi guru untuk menjalani profesinya. Lain halnya dengan jaman sekarang ini, profesi guru menjadi rebutan bagi banyak kalangan. Iming-iming penyandang profesi guru sebagai Pegawai Negeri Sipil bahkan adanya Program Sertifikasi Guru menjadikan banyak lembaga pendidikan tinggi membuka kelas bagi calon tenaga pendidik. Fenomena ini yang nantinya akan menimbulkan polemik bagi dunia pendidikan dan kemajuan bangsa ini karena jumlah tenaga pendidik akan berbanding terbalik dengan jumlah yang akan diajarkan dan nantinya akan memunculkan angka-angka pengangguran yang besar. Kesiapan para tenaga pengajar pun akan dipertanyakan karena tenaga pengajar lebih mementingkan apa yang akan didapatkannya daripada apa yang sudah diberikan untuk anak didiknya maupun pada dunia pendidikan.

Tidak jauh bedanya dengan dunia pendidikan jasmani di sekolah-sekolah dasar. Kalau memang kesiapan tenaga pengajar digarap dengan maksimal, maka akan memunculkan tenaga pendidik yang lebih profesional dan siap diturunkan ke lapangan untuk membentuk kepribadian siswa dan membentuk kebugaran pada fisik peserta didik. Tetapi realitanya walaupun sudah ada program sertiikasi guru yang diharapkan akan adanya tenaga pendidik yang profesional namun masih banyak ditemui tenaga pendidik yang dalam hal ini guru masih melaksanakan pembelajaran yang monoton dan tidak kreatif, sehingga anak kurang sekali minat dalam mengikuti pembelajaran penjas karena pembelajaran penjas dewasa ini kurang menerapkan kompetensi guru penjas antara lain :

  • Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;

  • Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
  • Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
  • Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
  • Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
  • Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
  • Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
  • Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
  • Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
  • Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
  • Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
  • Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:

  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
  • Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

  • Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60)

Dengan memperhatikan berbagai problematika di atas, bukan berarti sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop pelaksanaannya. Sertifikasi guru harus tetap berlangsung dan terus dievaluasi secara komprehensif karena program ini merupakan amanat undang-undang. Dalam tataran penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus dibenahi. Perlu diadakannya pengawasan dan pembinaan secara kontinyu terhadap kinerja para guru yang sudah disertifikasi. Khusus bagi guru yang sudah tersertifikasi, marilah kita tunjukkan kinerja yang lebih baik lagi, yakini bahwa tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya. Semangat atau tidaknya mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya tunjangan profesi. Tanamkan dalam diri sebuah keyakinan bahwa mendidik merupakan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, yang harus bersih dari motivasi duniawi.